Minggu, 16 Juni 2013

perbandingan sistem pemerintahan antara SBY dan JOKOWI

Perbedaan sistem pemerintahan antara SBY dan JOKOWI dalam memberantas korupsi.

1.  Sistem penerintahan SBY:

Pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintahan Presiden SBY dinilai masih buruk. berdasarkan aspek aspirasi publik hanya diberi dinilai 5,5 hal ini jauh dari harapan publik.

"Semangat pemberantasan korupsi hanya bagus pada tahun 2005, pada tahun 2006 terjadi stagnasi dan pada tahun 2007 hingga tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis. Bahkan di tahun-tahun itu menjadi tahun yang menakutkan tentang semangat pemberantasan korupsi," kata Direktur Pukat UGM Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, di Yogyakarta, Senin 7 September 2009.

Penelitian ini dilakukan PUKAT UGM selama periode Juni-Juli 2009 selama SBY memerintah yaitu tahun 2004-2009.

Penilaian buruk ini disebabkan adanya ketidakkonsistenan kebijakan SBY dalam pemberantasan korupsi. Pemerintahan SBY di satu sisi mempercepat pemberantasan korupsi namun ada juga kebijaksanaan yang bertentangan dengan kebijakan pemberantasan korupsi.

"Meski ada kebijakan presiden yang berdampak kepada semagat pemberantasan korupsi yaitu keluarnya intsruksi presiden No 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi. Perintah presiden terhadap instansi yang ada di bawahnya untuk
mempercepat pemberantasan korupsi itu tidak berjalan efektif," jelasnya.

Kebijakan pemerintah khususnya Keputusan Presiden (Keppres) No 11 Tahun 2005, yaitu untuk mensinergikan upaya pemberantasan korupsi, presiden membentuk tim khusus yang dinamai Timtas Tipikor dinilai tidak strategis dan prestasi yang ditunjukkan Timtas Tipikor juga tidak mampu optimal. "Timtas Tipikor selama ini tidak menunjukkan hasil kerja yang optimal," ujarnya.

Sementara iu Danang Kurnadi Peneliti Pukat UGM Yogyakarta mengatakan kinerja pemerintah dalam membuat undang-undang antikorupsi tidak bagus, terutama pada dua produk legislasi yaitu soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tipikor dan Undang-Undang No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

"Untuk RUU Pengadilan Tipikor, pemerintah sangat lamban dalam menyusun RUU itu. Padahal, ‘deadline’ yang diberikan Mahkamah Konstitusi 19 Desember 2009. Untuk Undang-Undang Mahkamah Agung, komitmen pemerintah juga patut dipertanyakan," jelasnya.
2.  Sistem pemerintahan JOKOWI:

Penyakit negara kita yang kini dalam keadaan silang sengkarut adalah karena korupsi kronis.  Korupsi kronis lebih efektif diselesaikan dengan penyehatan sistem pemerintahan dan birokrasi.  Jokowi-Ahok sudah memberikan contoh ethos kerja ini.  Mereka berdua melakukan tindakan keterbukaan dengan apa yang dilakukan dan apa yang diterima. Sikap transparansi merupakan musuh besar koruptor. Jika pemerintahan dan birokrasi dilakukan secara transparan amat sulit uang rakyat dikorupsi.  Akuntabilitas tidak bisa disembunyikan.
Peranan KPK sebagai lembaga watchdog terjadinya korupsi, masih perlu dipertanyakan indenpendensinya dari campur tangan kekuatan politik.  Secara legal formal, KPK dilindungi secara hukum dari intervensi politik.  Namun dalam praktek tidak semudah itu dalam menghindarkan diri dari kekuasaan politik yang kini hampir secara sistematis telah melakukan korupsi. KPK akan mendapat perlawanan keras dari penguasa politik dalam mengungkap kasus korupsi. KPK sendiri kurang transparan dalam mengungkap kasus-kasus korupsi.  Penelusuran bukti-bukti korupsi sering mandek dan macet di tengah jalan tanpa adanya transparansi informasi.  Banyak kalangan mulai meragukan ethos kerja KPK.  Mereka meragukan sikap independen KPK. Bahkan mulai curiga bahwa KPK telah dipermainkan secara politik untuk melindungi para koruptor kelas kakap yang sangat sulit tersentuh hukum.
Berpengharapan terlalu besar pada KPK bisa membuat kita tertipu. KPK tidak akan efektif dan punya daya terjang kuat tanpa didukung oleh rakyat. Tapi sementara ini suara rakyat tidak bisa terartikulasi karena wakil rakyat pun banyak yang gendut-gendut karena korupsi.  Wakil rakyat malah semakin arogan dan keras kepala.
Reformasi birokrasi Jokowi-Ahok membuka pintu kemandegan artikulasi kepentingan rakyat.  Dengan sistem kepemimpian mereka yang dekat dengan rakyat, terbuka, humanis, artikulasi kepentingan dari rakyat bisa menohok lebih keras dan berfungsi sebagai kontrol sosial yang efektif untuk mencegah terjadinya korupsi. KPK dengan sendirinya akan mendapat dukungan kuat dari rakyat dalam memerangi korupsi, sejauh mereka transparan dalam sepak terjangnya. Penghargaan partisipasi rakyat lewat birokrasi yang transparan selanjutnya akan membangkitkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air. Karena nasionalisme dalam era globalisasi saat ini, akan timbul jika pemerintah menghargai dan memberi kesempatan pada rakyat untuk terlibat dalam kehidupan kenegaraan.
Reformasi birokrasi Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur sudah dirasakan oleh rakyat banyak sekitar Jakarta.  Jika mereka jadi Presiden dan Wakil Presiden, apa yang dirasakan oleh penduduk Jakarta bisa dirasakan pula oleh rakyat seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Jika Jokowi ingin jadi presiden harus dilakukan secepatnya.  Perubahan tidak bisa menunggu lebih lama sebelum keadaan makin buruk dan korupsi makin susah dibuktikan dan akhirnya dilupakan sebagaimana kasus-kasus jaman Orde Baru yang lama. Saat inilah momentumnya.  Sebelum Jokowi digeser oleh maneuver politik kalangan pemegang status quo yang kepenakan mengenyam korupsi.  Biarkan Jokowi blusukan dari Sabang sampai Merauke, hingga sampai tidak bisa lagi dikejar para kuli tinta yang beterbangan kayak nyamuk aedes aegypti - yang suka sampai njengking kalau nggigit itu.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) punya cara tersendiri dalam memberantas korupsi di lingkungan pemerintahannya. Caranya dengan memperbaiki sistem pemerintahan dan sumber daya manusianya.

"Perbaiki sistemnya lalu juga SDM-nya," ujar Jokowi saat menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Internasional di silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (9/12/2012).

Bagi Jokowi pembenahan sistem pemerintah dimulai dengan menerapkan transparansi pada program dan anggaran kepada masyarakat. "Nanti pajak kan online, parkir, reklame semua online," kata Jokowi.

Jika nantinya ada bawahannya yang terseret dalam kasus korupsi, maka Jokowi mengaku tidak akan mencampuri hak itu dan menyerahkannya dalam proses hukum.

"Urusan saya menangani sistem sehingga masyarakat terlayani," terangnya.

Jokowi berharap DKI Jakarta menjadi tempat belajar bagi semua pemerintah daerah di Indonesia dalam sistem pelayanan kepada masyarakat.

"Nanti tempat belajar sistem yang baik dalam melayani masyarakat," ucapnya.

SUMBER: